Pada masa pandemi ini semua tergantung pada gawai. Untuk melakukan pembelajaran tatap muka hingga bertemu teman untuk sekedar mengobrol saja tergantung pada gawai. Gawai juga dapat membawa seseorang pada perilaku menyimpang.
Fransisca Anindya Mariesta Prabawati
22 Juli 2021
“Mah, minta duit dong!”
“Untuk?”
“Kuotaku habis nih.”
“ Loh, kan kemarin baru diisi. 12GB lho dek?!”
“ Yak an habis buat belajar daring sama cari materi di internet.”
Percakapan di atas merupakan salah satu percakapan yang sering kita dengar selama masa pandemi ini. Pembelajaran tatap muka sampai saat ini belum juga dilaksanakan. Siswa masih belajar menggunakan sistem daring. Namun demikian, apakah ini pembelajaran yang efektif atau malah menambah rentetan kasus sosial yang ada? Mari bersama kita lihat apa yang sebenarnya terjadi pada perilaku anak-anak kita saat pandemi ini.
Gadget atau sering disebut gawai dalam Bahasa Indonesia, saat ini menjadi sahabat terdekat anak. Bahkan sebelum pandemi melanda Indonesia, benda ini sudah menjadi sahabat terdekat anak. Orangtua tidak mau repot dengan mendengar anak rewel, menangani anak yang sulit makan, dan menmani anak bermain. Semua tugas orangtua untuk berada di dekat anak menjadi sahabat terdekat dan pendidik pertama digantikan oleh gawai. Kelompok primer yang seharusnya menjadi pembentuk kpribadian anak untuk berperilaku sesuai nilai dan norma masyarakat kini sudah sangat menipis. Kesibukan bekerja membuat orangtua lupa akan tugas utama menidik anak.
Pada masa pandemi ini semua tergantung pada gawai. Untuk melakukan pembelajaran tatap muka hingga bertemu teman untuk sekedar mengobrol saja tergantung pada gawai. Seakan-akan gawai ini tidak bisa dilepaskan bahkan saat makan pun gawai tetap menemani. Bagi beberapa orang yang tidak pandai atau tidak gemar bersosialisasi , mereka menemukan kenyamanan. Namun demikian, bagi orang-orang yang biasa bersosialisi dan sulit untuk tidak bertemu orang banyak tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri. Gawai juga dapat membawa seseorang pada perilaku menyimpang. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Kita akan membahas hal tersebut.
Perilaku menyimpang yang pertama adalah perilaku berbohong pada anak-anak. Pada masa pandemi ini anak-anak hampir 24 jam memegang gawai. Orangtua memiliki kesibukan sendiri sehingga seringkali tidak memeriksa apa yang sedang dilakukan oleh anak. Anak yang ditanya sedang apa, sekarang memiliki alasan belajar saat memegang gawai. Padahal mereka sedang bermain game sampai tugas sekolah terbengkalai. Baru-baru ini kasus anak kecanduan gawai ataupun game online kembali merebak. Hal ini tentu merugikan diri si anak dan juga orang lain. Ada anak yang dengan santai menggunakan gawai orangtua sampai ada kasus uang di bank habis. Hal ini terjadi karena anak yang bermain game online tanpa sadar menggunakan mobile banking orangtuanya untuk memenuhi kepuasan bermain game online. Bayangkan jika uang dalam rekening orangtua untuk keperluan bisnis atau membayar gaji karyawan. Perilaku ini tentu merugikan banyak orang. Dari kebohongan kecil yang mengatakan sedang belajar, dapat berimbas pada masalah yang besar.
Perilaku menyimpang yang kedua adalah cyber crime. Cyber crime merupakan kejahatan yang terjadi melalui internet. Orang dapat dengan mudah meretas data orang lain. Selain itu orang juga melakukan penipuan. Masa pandemi mengharuskan banyak pekerja yang dirumahkan. Banyak sekali orang kehilangan pekerjaan padahal kebutuhan hidup semakin banyak. Penipuan terjadi dimana-mana. Orang menelepon ataupun tiba-tiba mengirim pesan singkat untuk meminta sejumlah uang mengatakan dirinya adalah kerabat dekat yang sedang terkena masalah. Ada pula peretasan data ataupun pembobolan deposito bank. Semua ini terjadi karena kondisi ekonomi yang menghimpit sehingga banyak oang berbuat nekat.
Perilaku menyimpang ini terjadi hampir pada segala usia. Berdasarkan data lapangan dan peristiwa yang dapat ditilik dari media sosial tersebut, maka sangat baik jika kita saling mengingatkan. Melalui bersosialisasi, kita dapat saling membantu satu dengan yang lain untuk hidup secara lebih layak dan sejahtera. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengingatkan tentang hati-hati terhadap maraknya penipuan saat ini. Selain itu dapat diinformasikan lowongan pekerjaan atau mengadakan pelatihan kerja. Hal tersebut dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan menghindarkan diri dari perilaku menyimpang.